Isu mengenai makar terjadi semenjak jelang aksi bela islam jilid 3 yang dikenal dengan sebutan aksi 212. banyak yang berpendapat isu makar ini adalah untuk memusnahkan mereka yang setuju ahok dihukum atas pelecehannya terhadap alquran dan ada juga yang mempunyai bahwa apabila memang ada yang berbuat makar hal itu hanyalah dilakukan orang orang tertentu yang mengambil kesempatan gerakan ummat islam yang tidak terima kitab sucinya dilecehkan oleh ahok.
atas isu makar ini ada 11 orang yang ditangkap dan salah satu artikel yang panjang lebar membahas ini ialah sebagai berikut:
Pasal Makar Untuk Membungkam Kebebasan Berpendapat? Bulan Ramadlan 2017
Sudah dua malam Sri Bintang Pamungkas menghabiskan waktu sebagai tahanan kepolisian sejak dibawa dari rumahnya di bilangan Cibubur, Jakarta Timur, pada Jumat (02/11) pagi. Sri Bintang adalah salah satu dari 11 orang yang ditangkap dan dijadikan tersangka oleh kepolisian menjelang doa bersama di kawasan Monas.
"Waktu awal-awal, ketika dibawa ke Markas Brimob, saya tidak dikasih surat apapun. Minta tidak dikasih. Mau foto kopi tidak boleh, difoto menggunakan ponsel juga tidak boleh. Kemarin saya sudah lihat surat penahanannya setelah dibawa ke Polda. Tuduhannya makar, Pasal 107 KUHP," kata Ernalia kepada BBC Indonesia.
Ernalia mengutarakan bahwa tuduhan kepolisian terhadap suaminya didasari oleh pertemuan dengan sejumlah tokoh di sebuah hotel. Tapi, menurut Ernalia, Sri Bintang tidak menghadiri pertemuan itu.
"Kemudian (tuduhan) dialihkan ke waktu (Sri Bintang Pamungkas) ada di orasi di penggusuran," kata Ernalia.
Dalam rekaman video di media Youtube, tampak mantan politikus PPP itu berorasi di bawah jalan tol. Saat itu dia mengatakan bahwa kaum kaya semestinya diberikan pajak tinggi, lalu hasilnya disalurkan ke fakir miskin.
"Pemerintah kita sejak zamannya Suharto sampai hari ini tidak melakukan itu. Apa yang bisa saya simpulkan dari situ? Mereka jahat...Ya harus diturunkan, harus dijatuhkan. Inilah yang perlu kita lakukan pada presiden-presiden yang jahat ini, termasuk Jokowi," kata Sri Bintang Pamungkas.
Ucapan Sri Bintang tersebut, kata Ernalia, adalah hak dia untuk berpendapat dan meminta.
'Tergesa-gesa'
Secara terpisah, Ratna Sarumpaet menuding Polri ingin tergesa-gesa menangkap dan menjadikannya sebagai tersangka tapi tidak siap dengan unsur-unsur bukti.
"Katanya sudah terpenuhi unsur-unsurnya. Unsur yang mana?" tanya Ratna.
Yusril Ihza Mahendra, selaku kuasa hukum Ratna dan Rachmawati Sukarnoputri, mengatakan apa yang dilakukan kliennya hanyalah sebatas kritikan terhadap pemerintah.
"Kalau sampai pelaksanaan makar, masih jauh. Dan bahwa mereka mengadakan rapat-rapat, pertemuan, mengkritik pemerintah, itu normal-normal saja," kata Yusril Ihza Mahendra, Minggu (04/12) siang.
Perbedaan kritik dan makar
Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Boy Rafli Amar, menepis klaim bahwa yang dilakukan 11 orang adalah murni kritik terhadap pemerintah.
"Apakah di alam demokrasi ini tidak boleh orang mengkritik? Ini bukan kritikan. Kritik dengan makar berbeda," tegas Boy.
Boy mengklaim kepolisian telah mengantongi beragam bukti yang memberatkan 11 tersangka, termasuk tulisan tangan dan hasil pemantauan percakapan.
"Dugaan ini berkaitan adanya rencana pemanfaatan massa untuk menduduki kantor DPR RI, kemudian berencana melakukan pemaksaan agar bisa dilakukannya sidang istimewa untuk menuntut pergantian pemerintahan dan seterusnya," kata Boy.
Boy menegaskan bahwa penangkapan tidak perlu menunggu sampai upaya makar telah terjadi. "Ketika terdeteksi adanya niatan itu, inilah yang dimainkan kepolisian."
Tafsir penguasa
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Alghiffari Aqsa, mengatakan bahwa pasal makar dalam KUHP telah digunakan sejak era Orde Baru sebagai alat untuk membungkam kebebasan berekspresi.
"Pasal makar itu tergantung dari definisi ataupun tafsir penguasa. Seringkali orang dituduh makar karena ekspresinya meminta pemerintah untuk turun atau menyampaikan ekspresi ketidakpuasan terhadap pemerintah. Penerapan pasal itu tidak tepat, melanggar kebebasan berekspresi," kata Alghiffari.
Pasal makar, tambahnya, bisa saja digunakan apabila memang ada bukti-bukti yang memadai.
"Jika ada bukti-bukti menggulingkan pemerintahan, dalam artian ada kekerasan di dalamnya, ada upaya untuk melakukan sabotase, ada upaya untuk membuat kaos. Tapi apakah orang-orang yang ditangkap punya kemampuan itu?"
Menurut ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Eva Ahyani Djulfa, hal yang bisa mengategorikan suatu perbuatan sebagai makar berdasarkan pasal 87 KUHP adalah niat dan permulaan pelaksanaan.
Karena niat adalah sesuatu yang abstrak, maka aparat hukum bisa memandangnya menggunakan sudut pandang subjektif.
"Jadi segala tindakan yang menggambarkan tentang niat, itu sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan," kata Eva.
Namun, ada sudut pandang objektif yang juga bisa dipakai dari sisi hukum. Sudut pandang ini menimbang kemampuan seseorang atau suatu pihak untuk mewujudkan tindakan makar.
"Kedua sudut pandang ini bisa sama-sama digunakan. Hanya saja, tergantung dari penegak hukum," tutup Eva.
Pada Jumat 2 Desember, sebanyak delapan orang ditangkap atas dugaan pemufakatan makar yakni eks Staf Ahli Panglima TNI Brigjen (Purn) Adityawarman Thaha, mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zein, Ketua Solidaritas Sahabat Cendana Firza Huzein.
Turut ditangkap aktivis politik Ratna Sarumpaet, calon wakil Bupati Bekasi Ahmad Dhani, putri presiden pertama Presiden Soekarno, Rachmawati Soerkarnoputri, Sri Bintang Pamungkas dan Eko.
Ada pula dua orang yang ditangkap dan dijerat Pasal 28 Undang-Undang ITE yakni Jamran dan Rizal Kobar.
Pasal-pasal makar dalam KUHP
Pasal 104
Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Pasal 105
[Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal VIII, butir 13.]
Pasal 106
Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Pasal 107
Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Para pemimpin dan pengatur makar tersebbut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38201179
Sebelum isu makar ini sudah banyak hal yang terjadi yang terkait penggembosan aksi bela islam yang tujuannya sebenarnya ialah untuk membela dan menyelamatkan ahok dari hukum atas pelecehannya kepada alquran. entah kedepannya akan ada isu apalagi?
dan mungkinkah pemerintah kita saat ini sedang berbuat makar untuk menutup kritikan dari rakyat dan menghilangkan nilai demokrasi?!
Baca juga: Jenis Makar dan Ancaman Hukumnya, Ramadlan Xyz
Judul: Pasal Makar Untuk Membungkam Kebebasan Berpendapat? Bulan Ramadlan 2017
Rating: 100% based on 99998 ratings. 9789 user reviews.
Ditulis Oleh 11.11
Rating: 100% based on 99998 ratings. 9789 user reviews.
Ditulis Oleh 11.11
0 komentar:
Posting Komentar